Dari Kepunahan ke Penemuan: Kisah Harimau Jawa
Tepat setelah perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia tahun 2019, Ripi Yanuar Fajar bersama empat rekannya mengalami peristiwa yang mengguncang jiwa. Mereka bertemu dengan seekor kucing besar yang berkeliaran di perkebunan komunitas di Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.
Fotografi harimau Jawa yang masih hidup ini diambil pada tahun 1938 di Ujung Kulon, ujung barat Pulau Jawa, dan dipublikasikan dalam buku Andries Hoogerwerf “Ujung Kulon: Tanah Badak Jawa Terakhir.”
Gambar oleh Andries Hoogerwerf melalui Wikimedia Commons
Tak lama setelah pertemuan singkat itu, Ripi —seorang konservasionis lokal— menghubungi Kalih Raksasewu, seorang peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Ia mengatakan bahwa dirinya dan teman-temannya mungkin telah melihat harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), yang dipercaya telah punah sejak tahun 1980-an dan baru secara resmi dinyatakan punah pada tahun 2008, atau mungkin itu adalah macan tutul Jawa (Panthera pardus melas), hewan yang sangat terancam punah.
Ripi Yanuar Fajar
Sekitar sepuluh hari kemudian, Kalih mengunjungi lokasi pertemuan tersebut bersama Ripi dan kawan-kawannya. Di sana, Kalih menemukan sehelai rambut yang tersangkut di pagar perkebunan yang diduga telah dilompati oleh makhluk misterius tersebut. Dia juga mendokumentasikan jejak kaki dan bekas cakar yang menurutnya mirip dengan jejak harimau.
Kalih mengirimkan sampel rambut dan catatan lainnya ke agensi konservasi provinsi Jawa Barat, atau BKSDA, untuk diselidiki lebih lanjut. Tak hanya itu, ia juga mengirimkan surat resmi kepada pemerintah provinsi untuk memastikan penyelidikan tersebut diikuti dengan serius.
Kisah ini kemudian berakhir di meja BRIN, di mana tim peneliti melakukan analisis genetika untuk membandingkan helai rambut tersebut dengan sampel yang diketahui dari subspesies harimau lainnya, seperti harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan kulit harimau Jawa yang hampir berusia satu abad yang disimpan di museum di kota Bogor, Jawa Barat.
“Setelah melalui berbagai proses uji laboratorium, hasilnya menunjukkan bahwa sampel rambut memiliki kesamaan sebesar 97,8% dengan harimau Jawa,” kata Wirdateti, seorang peneliti di Pusat Penelitian Biosistemik dan Evolusi BRIN, dalam sebuah diskusi online yang diselenggarakan oleh Mongabay Indonesia pada tanggal 28 Maret.
Diskusi tersebut berfokus pada sebuah studi yang diterbitkan pada tanggal 21 Maret di jurnal Oryx, di mana Wirdateti dan rekan-rekannya mempresentasikan temuan mereka yang menyarankan bahwa harimau Jawa yang telah lama punah mungkin — secara ajaib — masih berkeliaran di beberapa bagian pulau yang merupakan salah satu pulau dengan kepadatan penduduk tertinggi di dunia.
Para peneliti membandingkan sampel rambut dari Sukabumi dengan spesimen rambut yang dikumpulkan pada tahun 1930 di museum, serta dengan harimau lainnya, macan tutul Jawa, dan beberapa urutan dari GenBank, sebuah basis data urutan genetik yang dapat diakses publik yang diawasi oleh Institut Kesehatan Nasional AS.
Kulit harimau Jawa dari tahun 1930 yang disimpan di Museum Zoologi Bogor di Jawa Barat. Gambar oleh Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia.
Penelitian tersebut mencatat bahwa rambut yang diduga milik harimau tersebut memiliki kesamaan urutan sebesar 97,06% dengan harimau Sumatera dan 96,87% dengan harimau Bengal. Wirdateti juga melakukan wawancara tambahan dengan Ripi dan teman-temannya tentang pertemuan yang mereka alami.
“Saya ingin menekankan bahwa ini bukan hanya tentang menemukan sehelai rambut, tetapi sebuah pertemuan dengan harimau Jawa di mana lima orang menyaksikannya,” ujar Kalih.
“Masih ada kemungkinan bahwa harimau Jawa berada di hutan Sukabumi,” tambahnya. “Jika ia turun ke desa atau perkebunan komunitas, bisa jadi karena habitatnya telah terganggu. Pada tahun 2019, ketika rambut itu ditemukan, wilayah Sukabumi telah terkena kekeringan selama hampir setahun.”
Perburuan dan kehilangan habitat di Jawa, sebuah pulau seukuran Mississippi yang menjadi rumah bagi lebih dari setengah dari 270 juta penduduk Indonesia, dianggap telah mendorong kepunahan harimau Jawa, salah satu dari tiga subspesies harimau yang pernah ditemukan di Indonesia (yang ketiga adalah harimau Bali, Panthera tigris balica, juga secara resmi dinyatakan punah pada tahun 2008). Harimau Sumatera terdaftar sebagai kritis terancam punah, atau satu langkah lagi dari kepunahan di alam liar, karena perburuan dan deforestasi cepat di pulau asalnya.
Desas-desus tentang penampakan harimau Jawa telah beredar dari mulut ke mulut penduduk lokal selama bertahun-tahun, dengan laporan terbaru yang sempat menjadi viral pada tahun 2017. Namun, harapan itu segera sirna ketika makhluk yang terlihat ternyata adalah macan tutul Jawa. Berbagai ekspedisi penelitian yang dilakukan sejak tahun 1990-an pun gagal membuktikan keberadaan harimau Jawa yang terus-menerus.
“Melalui penelitian ini, kami telah menentukan bahwa harimau Jawa masih ada di alam liar,” ungkap Wirdateti. “Untuk itu, studi lapangan lanjutan sangat diperlukan, seperti pengamatan melalui perangkap kamera, pencarian kotoran atau jejak kaki dan goresan.”
Didik Raharyono, seorang ahli harimau Jawa yang tidak terlibat dalam studi ini tetapi telah melakukan ekspedisi sukarela bersama kelompok kesadaran satwa liar lokal sejak tahun 1997, menyatakan bahwa jumlah laporan penampakan sebelumnya yang dikombinasikan dengan temuan ilmiah baru harus dianggap serius. Ia mendesak kementerian lingkungan hidup untuk menyusun dan mengeluarkan kebijakan tentang langkah-langkah untuk menemukan dan melestarikan harimau Jawa.
“Yang terpenting adalah langkah selanjutnya yang akan kita ambil di masa depan,” kata Didik.
sumber: Mongabay
Komentar
Posting Komentar